Berbagi ilmu lah sebelum berbagi ilmu itu dilarang

Senin, 06 Juli 2015

TUGAS SOFTSKILL : ORGANISASI

BAB 1:PERILAKU ORGANISASI

DEFINISI PERILAKU ORGANISASI
Adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi, atau kelompok tertentu.
Studi tersebut mencakup pembahasan tentang aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia yang bekerja di dalamnya; juga aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi dimana mereka berada.
Tujuannya memperlancar upaya pencapaian tujuan organisasi.

Unsur utama perilaku organisasi :
a)  Pandangan psikologi
b)  Pandangan ekonomi
c)  Pandangan bahwa individu dipengaruhi aturan organisasi dan pemimpinnya
d)  Pandangan tentang penekanan kepada tuntutan manajer untuk mencapai tujuan organisasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi :
·         Peningkatan produktifitas
Organisasi dikatakan produktif jika tujuan dapat dicapai dan proses pencapaian tersebut dilakukan dengan merubah masukan menjadi keluaran dengan biaya yang paling rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa produktifitas berhubungan dengan keefektifan dan keefisienan.
·         Pengurangan kemangkiran
Kemangkiran adalah tindakan tidak masuk kerja tanpa alasan. Tingkat kemangkiran  yang tinggi dapat berdampak langsung pada keefektifan dan efisiensi organisasi.
·         Penurunan Turn Over
Turn over adalah pengunduran diri secara permanen dari organisasi.
·         Peningkatan kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara banyaknya ganjaran yang diterima karyawan dan banyaknya yang mereka yakini harus mereka terima. Karyawan dikatakan merasakan puas bila perbedaan bernilai positif secara perhitungan matematis.
Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki keefektifan organisasi. Apa yang dipelajari, yaitu bagaimana perilaku: perorangan (individu) kelompok struktur.
Perilaku organisasi mempunyai tiga dimensi konsep, yaitu :

1) Dimensi Konsep
Dimensi konsep mencakup ilmu pngetahuan, sosiologi, antropologi budaya, dan seluaruh elemen sosial yang mempengaruhi berdirinya ilmu pengetahuan yang saling berkaitan.

2)  Dimensi Sistem
Dimensi sistem mencakup bagaimana proses manajemen yang dilakukan untuk melakukan suatu kegiatan secara efektif dan efisien yang di kemas dengan pendekatan-pendekatan matematis atau logika.

3)  Dimensi Manusia
Dimensi manusia adalah faktor penentu dalam organisasi yang tercermin dari ilmu psikologi. karena, adanya organisai adalah adanya manusia.
(Miftah Toha dan Reni Rosari, UGM)
Ketiga dimensi diatas mencakup filosofi dasar lahirnya ilmu perilaku organisai yang terdiri dari muliti disiplin ilmu (antroplogi kultural, sosiologi, psikologi dan manjemen) sehingga dengan penedekatan ilmu-ilmu tersebut perilaku organisai dapat dibahas. Dalam tataran konsep ilmu ini membahas seluruh kegiatan organisai yang di dalamnya terdapat perilaku manusia, budaya, sosial dan sistem yang mendukung adanya organisasi tersebut. sehingga antara manusia dan organisasi dapat saling mempengaruhi
PENDEKATAN STUDI PERILAKU ORGANISASI
Perdekatan yang menandai perkembangan awal dari studi perilaku yang merupakan pendekatan perspektif teoritis-makro, yakni :

a) Pendekatan tradisional
Tokoh-tokoh dalam pendekatan tradisional seperti W. Taylor dan Max Weber. Pendekatan tradisional memberikan kontribusi dalam studi manajemen antara lain :
-         Telah mengenalkan teori-teori rasional yang sebelumnya belum ada,
-         Memusatkan perhatian pada peningkatan produktifitas dan kualitas
-         Menyediakan mekanisme administratif yang sesuai bagi organisasi,
-         Penerapan pembagian kerja,
-         Meletakkan landasan mengenai efisiensi metode kerja dan organisasi,
-         Mengembangkan prinsip-prinsip yang umum dalam manajemen.
Pendekatan ini kemudian banyak ditinggalkan karena hanya menekankan aturan-aturan formal, spesialisasi, pembagian tanggung jawab yang jelas dengan member perhatian relatif kecil terhadap arti penting personal dan kebutuhan sosial dari individu-individu yang berada dalam organisasi.

b) Pendekatan hub.kerja kemanusiaan (human relation approach)
Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini seperti Elton Mayo. Pendekatan hubungan kerja kemanusiaan memberikan beberapa sumbangan pemikiran dan hipotesisi baru, antara lain
- Secara eksplisit pertama kali mengenalkan peranan dan pentingnya hubungan interpersonal dalam perilaku kelompok,
-  Secara kritis menguji kembali hubungan antara gaji dan motifasi,
-  Mempertanyakan anggapan bahwa masyarakat merupakan kelompok individu yang berusaha untuk memaksimalkan pemenuhan kepentingan personalnya,
-   Menunjukkan bagaimana sistem teknis dan sistem sosial saling berhubungan,
-   Menunjukkan hubungan antara kepuasan kerja dan produktifitas.
Kelemahan pendekatan ini adalah :
-   Mengesampingkan pengaruh struktur organisasi terhadap perilaku individu,
-   Memandang organisasi sebagai sistem tertutup dan mengabaikan kekuatan lingkungan politik, ekonomi, dan lingkungan yang lain,
-   Tidak menjelaskan pengaruh kesatuan kerja terhadap sikap dan perilaku individu,
-   Meremehkan motifasi keinginan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan kesadaran sendiri berkaitan dengan segala  sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan,
-   Memusatkan perhatian pada pengaruh kelompok kecil namun mengabaikan pengaruh struktur sosial yang lebih luas.

c) Pendekatan perilaku organisasi (organizational behavior approach)
Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini adalah Thoha dan Gibson. Thoha menyatakan bahwa perilaku organisasi adalah secara langsung berhubungan dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang dalam organisasi dan bagaimana sperilaku orang-orang tersebut mempengaruhi usaha pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Gibson pendekatan perilaku organisasi adalah :
-  Way of thinking
Tingkat analisis pada level individu, kelompok, dan organisasi.
-  Interdisciplinary field
Memanfaatkan berbagai disiplin, model, teori, dan metode dari disiplin yang ada.
-  Humanistic orientation
Manusia dan segala sikap, perilaku, persepsi, kapasitas, perasaan, dan tujuan merupakan nilai utama.
-  Performance oriented
Selalu mengarah pada performance.
-  External environment
Lingkungan eksternal mempunyai pengaruh terhadap perilaku organisasi.
-  Metode ilmiah (scientific method)
-  Application orientation
Memusatkan perhatian pada untuk menjadwal berbagai permasalahan yang muncul dalam konteks manajemen organisasi.

LINGKUP PERILAKU ORGANISASI
Mempelajari perilaku manusia dalam organisasi melalui tiga tingkatan analisis.
Tingkatan Individu : karakteristik bawaan individu dalam organisasi.
Tingkatan Kelompok : dinamika perilaku kelompok dan faktor-faktor determinannya
Tingkatan Organisasi : faktor-faktor organizational yang mempengaruhi perilaku.

BAB 2:DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya akan dipengaruhi oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Individu membawa sifat / ciri khas sikap ke dalam tatanan organisasi seperti kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya. Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yang lainnya. Organisasi juga merupakan suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab, sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.
Di lihat dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain. Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah; pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.

1. Penekanan
Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.

2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku.
Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan (tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.

3. Proses
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman) adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut.
Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang.
Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.

4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku
Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya.
Menurut pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.

5. Tingkat dari Kesadaran
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan sangat penting.
Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.

6. Data
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi.
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
Perilaku Individu dalam organisasi antara lain :
·                Produktifitas kerja
·                Kepuasan kerja
·                Tingkat absensi
·                Tingkat turnover

BAB 3:PERSEPSI DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN INDIVIDU

1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.
Persepsi menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka.
Menurut Manahan, persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang dihadapi.
Ada 3 (tiga) faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :

1. Pelaku persepsi : penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. 

2. Target : Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan dipersepsikan secara bersama-sama pula. 

3. Situasi : Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.
Dari pendapat di atas yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran yang ada pada individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima oleh indera sehingga memberikan makna kepada lingkungan. 
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan.

2. Beberapa Isu Mengenai Persepsi Orang
o Teori persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan secara internal atau eksternal
o Teori Atribusi menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan jalan obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian diinterpretasikan menjadi persepsi dengna melengkapi gambaran-gambaran penyebab dan yang akan mengakibatkan sesuai akan terjadi secara berlanjut. 
Sedangkan menurut Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dan lain sebagainya, akan berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada tiga faktor :

- Kekhususan : apakah seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
- Konsensus : yaitu jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
- Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
• Persepsi selektif : orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
• Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal.
• Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama. 
• Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
• Berstereotipe : yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak relevan.


3. Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :

1. Wawancara karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.

2. Pengharapan kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnya manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.

3. Evaluasi kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.

4. Upaya karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi dan prasangka (bias) perseptual.

5. Kesetiaan karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.

4. Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam kenyataannya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak sistematis seperti proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam organisasi biasanya dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak kompleks. Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, kecenderungan dalam pengambilan resiko dan kemungkinan ketidakcocokan.
Persepsi merupakan fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan (decission making) karena persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun identifikasi, analisa, serta menyimpulkan suatu objek atau subjek yang dipersepsikan.

5. Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
 Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.§
 Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.§
 Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.§
 Pilihan yang konstan : kriteria keputusan konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.§
 Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alterna§tif.
 Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan paling tinggi akan dipilih.§

6. Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan
Dengan adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang berlainan.
2. Model kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.
Dalam suatu organisasi mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu masalah yang disepakati bersama dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri. Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks, kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi yang perlu untuk optimisasi. Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang memuaskan.
2, Intuisi : penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian dalam tingkat yang tinggi, bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel kurang dapat diramalkan secara ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila data analitis kurang berguna, bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.
3. Identifikasi masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut : mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
4. Pengembangan alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil dari pilihan terbaru.
5. Membuat pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan. Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1. Heuristik ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
3. Peningkatan komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.

7. Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan 
Dari hasil riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam pengambilan keputusan, yaitu :
- Analitis : memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan diri dengan situasi baru.
- Direktif : memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis, mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
- Konseptual : berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
- Perilaku : bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.

8. Hambatan dari organisasi 
Hambatan dari organisas mengakibatkan para manager akan membentuk keputusan sesuai dibawah ini :
- Evaluasi kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi. Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
- Sistem imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan keputusan.
- Pembatasan waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
- Reseden historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat ini.

9. Perbedaan budaya 
Latar belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara kolektif.

Menurut Robbins lebih lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan orientasi waktu, kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk menyelesaikan masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.
Bagian terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan. Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, hanya dapat dibenarkan dalam makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari kriteria tunggal tersebut.

BAB 4:PERILAKU ORGANISASI DAN METODE

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatu organisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomisosiologiilmu politikantropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.

0 komentar:

Posting Komentar

Text Widget

Copyright © Firdan Triyadi Saputra | Powered by Blogger

Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com