BAB
1:PERILAKU ORGANISASI
DEFINISI PERILAKU
ORGANISASI
Adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah
laku manusia dalam suatu organisasi, atau kelompok tertentu.
Studi tersebut mencakup
pembahasan tentang aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap
manusia yang bekerja di dalamnya; juga aspek yang ditimbulkan dari pengaruh
manusia terhadap organisasi dimana mereka berada.
Tujuannya memperlancar
upaya pencapaian tujuan organisasi.
Unsur utama perilaku organisasi :
a) Pandangan psikologi
b) Pandangan ekonomi
c) Pandangan bahwa individu dipengaruhi aturan
organisasi dan pemimpinnya
d) Pandangan
tentang penekanan kepada tuntutan manajer untuk mencapai tujuan organisasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku organisasi :
·
Peningkatan
produktifitas
Organisasi dikatakan produktif jika tujuan dapat
dicapai dan proses pencapaian tersebut dilakukan dengan merubah masukan menjadi
keluaran dengan biaya yang paling rendah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
produktifitas berhubungan dengan keefektifan dan keefisienan.
·
Pengurangan
kemangkiran
Kemangkiran adalah tindakan tidak masuk kerja tanpa
alasan. Tingkat kemangkiran yang tinggi dapat berdampak langsung pada
keefektifan dan efisiensi organisasi.
·
Penurunan
Turn Over
Turn over adalah pengunduran diri secara permanen dari
organisasi.
·
Peningkatan
kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah perbedaan antara banyaknya
ganjaran yang diterima karyawan dan banyaknya yang mereka yakini harus mereka
terima. Karyawan dikatakan merasakan puas bila perbedaan bernilai positif secara
perhitungan matematis.
Perilaku organisasi merupakan suatu bidang studi yang
menyelidiki dampak perorangan, kelompok, dan struktur pada perilaku dalam
organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan semacam itu untuk memperbaiki
keefektifan organisasi. Apa yang dipelajari, yaitu bagaimana perilaku:
perorangan (individu) kelompok struktur.
Perilaku organisasi mempunyai tiga dimensi konsep,
yaitu :
1) Dimensi Konsep
Dimensi konsep mencakup ilmu pngetahuan, sosiologi,
antropologi budaya, dan seluaruh elemen sosial yang mempengaruhi berdirinya
ilmu pengetahuan yang saling berkaitan.
2) Dimensi Sistem
Dimensi sistem mencakup bagaimana proses manajemen
yang dilakukan untuk melakukan suatu kegiatan secara efektif dan efisien yang
di kemas dengan pendekatan-pendekatan matematis atau logika.
3) Dimensi Manusia
Dimensi manusia adalah faktor penentu dalam organisasi
yang tercermin dari ilmu psikologi. karena, adanya organisai adalah adanya
manusia.
(Miftah Toha dan Reni Rosari, UGM)
(Miftah Toha dan Reni Rosari, UGM)
Ketiga dimensi diatas mencakup filosofi dasar lahirnya
ilmu perilaku organisai yang terdiri dari muliti disiplin ilmu (antroplogi
kultural, sosiologi, psikologi dan manjemen) sehingga dengan penedekatan
ilmu-ilmu tersebut perilaku organisai dapat dibahas. Dalam tataran konsep ilmu
ini membahas seluruh kegiatan organisai yang di dalamnya terdapat perilaku
manusia, budaya, sosial dan sistem yang mendukung adanya organisasi tersebut.
sehingga antara manusia dan organisasi dapat saling mempengaruhi
PENDEKATAN STUDI
PERILAKU ORGANISASI
Perdekatan yang menandai perkembangan awal dari studi
perilaku yang merupakan pendekatan perspektif teoritis-makro, yakni :
a) Pendekatan
tradisional
Tokoh-tokoh dalam pendekatan tradisional seperti W. Taylor dan Max Weber. Pendekatan tradisional
memberikan kontribusi dalam studi manajemen antara lain :
-
Telah mengenalkan teori-teori rasional yang sebelumnya belum ada,
-
Memusatkan perhatian pada peningkatan produktifitas dan kualitas
-
Menyediakan mekanisme administratif yang sesuai bagi organisasi,
-
Penerapan pembagian kerja,
-
Meletakkan landasan mengenai efisiensi metode kerja dan organisasi,
-
Mengembangkan prinsip-prinsip yang umum dalam manajemen.
Pendekatan ini kemudian banyak ditinggalkan karena
hanya menekankan aturan-aturan formal, spesialisasi, pembagian tanggung jawab
yang jelas dengan member perhatian relatif kecil terhadap arti penting personal
dan kebutuhan sosial dari individu-individu yang berada dalam organisasi.
b) Pendekatan
hub.kerja kemanusiaan (human relation approach)
Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini seperti Elton Mayo. Pendekatan hubungan kerja
kemanusiaan memberikan beberapa sumbangan pemikiran dan hipotesisi baru, antara
lain
- Secara eksplisit pertama kali mengenalkan peranan
dan pentingnya hubungan interpersonal dalam perilaku kelompok,
- Secara kritis menguji kembali hubungan antara
gaji dan motifasi,
- Mempertanyakan anggapan bahwa masyarakat
merupakan kelompok individu yang berusaha untuk memaksimalkan pemenuhan
kepentingan personalnya,
- Menunjukkan bagaimana sistem teknis dan
sistem sosial saling berhubungan,
- Menunjukkan hubungan antara kepuasan
kerja dan produktifitas.
Kelemahan pendekatan ini adalah :
- Mengesampingkan pengaruh struktur
organisasi terhadap perilaku individu,
- Memandang organisasi sebagai sistem
tertutup dan mengabaikan kekuatan lingkungan politik, ekonomi, dan lingkungan
yang lain,
- Tidak menjelaskan pengaruh kesatuan
kerja terhadap sikap dan perilaku individu,
- Meremehkan motifasi keinginan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan kesadaran sendiri berkaitan dengan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan,
- Memusatkan perhatian pada pengaruh
kelompok kecil namun mengabaikan pengaruh struktur sosial yang lebih luas.
c) Pendekatan perilaku
organisasi (organizational behavior approach)
Tokoh-tokoh dalam pendekatan ini adalah Thoha dan
Gibson. Thoha menyatakan bahwa perilaku organisasi adalah secara langsung berhubungan
dengan pengertian, ramalan, dan pengendalian terhadap tingkah laku orang-orang
dalam organisasi dan bagaimana sperilaku orang-orang tersebut mempengaruhi
usaha pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan menurut Gibson pendekatan
perilaku organisasi adalah :
- Way of thinking
Tingkat analisis pada level individu, kelompok, dan
organisasi.
- Interdisciplinary field
Memanfaatkan berbagai disiplin, model, teori, dan
metode dari disiplin yang ada.
- Humanistic orientation
Manusia dan segala sikap, perilaku, persepsi,
kapasitas, perasaan, dan tujuan merupakan nilai utama.
- Performance oriented
Selalu mengarah pada performance.
- External environment
Lingkungan eksternal mempunyai pengaruh terhadap
perilaku organisasi.
- Metode ilmiah (scientific method)
- Application orientation
Memusatkan perhatian pada untuk menjadwal berbagai
permasalahan yang muncul dalam konteks manajemen organisasi.
LINGKUP PERILAKU ORGANISASI
Mempelajari perilaku manusia dalam organisasi melalui
tiga tingkatan analisis.
Tingkatan Individu :
karakteristik bawaan individu dalam organisasi.
Tingkatan Kelompok :
dinamika perilaku kelompok dan faktor-faktor determinannya
Tingkatan Organisasi :
faktor-faktor organizational yang mempengaruhi perilaku.
BAB 2:DASAR-DASAR PERILAKU INDIVIDU
Perilaku individu dalam organisasi adalah bentuk interaksi antara
karakteristik individu dengan karakteristik organisasi. Setiap individu dalam
organisasi, semuanya akan berperilaku berbeda satu sama lain, dan perilakunya
akan dipengaruhi oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda. Individu
membawa sifat / ciri khas sikap ke dalam tatanan organisasi seperti kemampuan,
kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan dan pengalaman masa lalunya.
Karakteristik yang dipunyai individu ini akan dibawanya manakala memasuki
lingkungan baru yaitu oraganisasi atau yang lainnya. Organisasi juga merupakan
suatu lingkungan yang mempunyai karakteristik seperti keteraturan yang
diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang, tanggung jawab,
sistem penggajian, sistem pengendalian, dan sebagainya.
Di lihat dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena
kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku,
pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain. Pendekatan yang
sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah; pendekatan
kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan
tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya,
kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data
yang dipergunakan.
1. Penekanan
Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan
menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting
dari lingkungan itu sendiri.
Pendekatan penguatan (reinforcement) menekankan pada peranan lingkungan
dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang
dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku.
Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam
menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai
ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
2. Penyebab Timbulnya Perilaku
Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau
ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi
tentang lingkungan.
Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh
stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari
perilaku.
Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan
(tensions) yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.
3. Proses
Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi (pengetahuan dan pengalaman)
adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang
ada. Dan akibat ketidak sesuaian (inconsistency) dalam struktur menghasilkan
perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut.
Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu
mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan
pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang.
Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id
kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.
4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku
Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu (ahistoric). Pengalaman
masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu
fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa
memperhatikan proses masuknya dalam sistem.
Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu
stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya.
Menurut pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan
suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari
Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.
5. Tingkat dari Kesadaran
Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran,
tetapi dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan
memahami, dipertimbangkan sangat penting.
Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak.
Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan
tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti
berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka,
tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan
terjadinya perilaku terbuka.
Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah
tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan
perilaku.
6. Data
Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan
pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner.
Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau
fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan
sarana teknologi.
Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan,
dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi,
asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
Perilaku Individu dalam organisasi antara lain :
·
Produktifitas kerja
·
Kepuasan kerja
·
Tingkat absensi
·
Tingkat turnover
BAB 3:PERSEPSI DALAM PEMBUATAN KEPUTUSAN
INDIVIDU
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah suatu
proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan
kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang
merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena
perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada
realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam
perilaku organisasi.
Persepsi menurut
Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
Menurut Manahan,
persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi fokus
permasalahan yang sedang dihadapi.
Ada 3 (tiga) faktor
yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
1. Pelaku persepsi :
penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat
dipengaruhi oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif,
kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau
motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang
kuat pada persepsi mereka.
2. Target : Gerakan,
bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk cara kita
memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan
dipersepsikan secara bersama-sama pula.
3. Situasi : Situasi
juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang
berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila ia
berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar bahwa
para lelaki akan memandangnya.
Dari pendapat di atas
yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran yang ada pada individu
untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima oleh indera
sehingga memberikan makna kepada lingkungan.
Ketika seorang
individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi
yang mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan,
pengalaman masa lalu, dan harapan.
2. Beberapa Isu
Mengenai Persepsi Orang
o Teori persepsi;
persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi terhadap
objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli berkaitan
dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang adalah
teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati perilaku
individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan secara
internal atau eksternal
o Teori Atribusi
menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan jalan
obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian diinterpretasikan
menjadi persepsi dengna melengkapi gambaran-gambaran penyebab dan yang akan
mengakibatkan sesuai akan terjadi secara berlanjut.
Sedangkan menurut
Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu mengamati
perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor internal atau
eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan dipengaruhi oleh
penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka mempunyai keyakinan,
maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi kita terhadap benda
mati seperti gedung, api, air, dan lain sebagainya, akan berbeda karena mereka
adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri (eksternal). Penentuan
apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau internal bergantung pada
tiga faktor :
- Kekhususan : apakah
seorang individu memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang
berlainan.
- Konsensus : yaitu
jika setiap orang yang menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang
sama.
- Konsistensi : apakah
seseorang memberikan reaksi yang sama dari waktu ke waktu.
Salah satu penemuan
yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka (bias,
sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi. Bukti
mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar dan
melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan penjualan
seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya daripada
akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada beberapa teknik
dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi yang lebih akurat
dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk membuat ramalan.
Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam kesulitankarena tidak
‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini dapat membantu kita
mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
• Persepsi selektif :
orang-orang secara selektif menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan
pengalaman, latar belakang, kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita
tidak dapat mengamati semua yang berlangsung disekitar kita.
• Efek halo : yaitu
menarik eksan umum mengenai seorang individu berdasarkan suatu karakteristik
tunggal.
• Efek kontras : yaitu
evaluasi atas karakteristik-karakteristik seseorang yang dipengaruhi oleh
pembandingan-pembandingan dengan orang lain yang baru saja dijumpai yang
berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada karakteristik yang sama.
• Proyeksi : Yaitu
menghubungkan karakteristik kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang
yang bekerja dengan cepat dan ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
• Berstereotipe :
yaitu menilai seseorang bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang
itu. Misalnya kita menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan
semua orang gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan
dunia yang rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun
sangat mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun
tidak relevan.
3. Penerapan Khusus
dalam Organisasi
Penilaian memiliki
banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu saling
menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
1. Wawancara karyawan
: bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian perseptual yang
tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal yang berlainan
dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan suatu masukan yang
penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus mengenali bahwa
faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan dan akhirnya
mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
2. Pengharapan kinerja
: Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan persepsi mereka
mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru. Pengharapan kita
mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku kita. Misalnya
manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan cenderung
berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
3. Evaluasi kinerja :
penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses perseptual.
Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi secara
subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu penilai
membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari penilai akan
mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
4. Upaya karyawan :
Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai sangat penting,
jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya ini sering
merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap distorsi-distorsi
dan prasangka (bias) perseptual.
5. Kesetiaan karyawan
: pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap karyawan adalah
apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi. Sayangnya, banyak
dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan. Misalnya saja individu
yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat sebagai bertindak
demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.
4. Hubungan antara
Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual
Pengambilan kuputusan
individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang
penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi
mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi
oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan
terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu
penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang
diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya,
seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat
tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan
oelh managernya.
Perlu diperhatikan
bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi.
Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan.
Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari
pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai
hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam kenyataannya
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak sistematis seperti
proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam organisasi
biasanya dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak kompleks. Dalam
pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu
nilai individu, kepribadian, kecenderungan dalam pengambilan resiko dan
kemungkinan ketidakcocokan.
Persepsi merupakan
fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan (decission making) karena
persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun identifikasi, analisa,
serta menyimpulkan suatu objek atau subjek yang dipersepsikan.
5. Proses Pengambilan
Keputusan Rasional
Pengambil keputusan
harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas
tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang rasional,
yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan, mengalokasikan
bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi alternatif, dan
memilih alternatif terbaik.
Model pengambilan
keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
Kejelasan masalah : pengambil keputusan
memiliki informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.§
Pilihan-pilihan diketahui : pengambil
keputusan dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat
mendaftarkan semua alternatif yang dilihat.§
Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif
dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.§
Pilihan yang konstan : kriteria keputusan
konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.§
Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga
informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alterna§tif.
Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan
paling tinggi akan dipilih.§
6. Meningkatkan
Kreativitas dalam Pengambilan Keputusan
Dengan adanya
kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru yang
bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan memahami
masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
1. Potensial kreatif :
yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk mengeluarkannya orang
harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan dari kita terlibat
didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu masalah dengan cara yang
berlainan.
2. Model kreativitas
tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas individual pada
hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan motivasi tugas
intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen ini, maka semakin
tinggi pula kreativitas seseorang.
Dalam suatu organisasi
mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu masalah yang disepakati bersama
dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri. Kebanyakan keputusan
dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
1. Rasionalitas
terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun
model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah
tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks,
kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah
itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi
terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi
yang perlu untuk optimisasi. Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang
memuaskan.
2, Intuisi :
penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional
atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional
terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada
intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa
definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan
dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan
analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi
didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian dalam tingkat yang
tinggi, bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel
kurang dapat diramalkan secara ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak
menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila data analitis kurang
berguna, bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen
yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil
keputusan yang tepat.
3. Identifikasi
masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih
tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal tersebut
: mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita prihatin
dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil keputusan
ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
4. Pengembangan
alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah inkremental,
bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari tugas-tugas sulit
yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif untung dan
ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif. Sebagai
gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat suksesif.
Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya membandingkan
alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif kecil dari
pilihan terbaru.
5. Membuat pilihan :
untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil keputusan
mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.
Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1. Heuristik
ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada
informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager
lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah
tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih
berbahaya daripada mobil.
2. Heuristik
representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik analogi
dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya adalah
manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan
keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan
merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
3. Peningkatan
komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun ada
informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah tindakan
yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang bertanggung
jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan bahwa
keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk mengakui
kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang manager
bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus mengorbankan
sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
7. Perbedaan
individual-gaya pengambilan keputusan
Dari hasil riset
mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam pengambilan
keputusan, yaitu :
- Analitis : memiliki
toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan diri
dengan situasi baru.
- Direktif : memiliki
toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien, logis,
mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
- Konseptual :
berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi jangka
panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
- Perilaku : bisa
bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan
usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba
menghindari konflik, dan mengupayakan penerimaan.
8. Hambatan dari
organisasi
Hambatan dari
organisas mengakibatkan para manager akan membentuk keputusan sesuai dibawah
ini :
- Evaluasi kinerja :
manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi.
Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
- Sistem imbalan :
yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih disukai
terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk membakukan
perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi mampu membuat
individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan pengambilan
keputusan.
- Pembatasan waktu
yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan keputusan
menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering mempersulit untuk
mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
- Reseden historis :
keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi keputusan saat ini.
9. Perbedaan
budaya
Latar belakang budaya
dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah, kedalaman
analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, atau
apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau secara
kolektif.
Menurut Robbins lebih
lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan orientasi waktu,
kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.
Bagian terakhir adalah
mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga kriteria keputusan yang
etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan diambil semata-mata atas
dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak dasar individu sesuai
dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan. Kepedulian yang
meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan sosial
menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar etika
yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah
tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh
lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin
banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan
harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan
produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, hanya dapat dibenarkan dalam
makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari
kriteria tunggal tersebut.
BAB 4:PERILAKU ORGANISASI DAN METODE
Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatu organisasi serta dampaknya terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, maupun organisasi). Perilaku organisasi juga dikenal sebagai studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Disiplin-disiplin lain yang terkait dengan studi ini adalah studi tentang sumber daya manusia dan psikologi industri.
0 komentar:
Posting Komentar